TANGERANGBERKABAR.ID ——- Ketua Aliansi Mahasiswa Penegak Demokrasi (AMPD), Aziz Patiwara, menilai penegakan hukum terhadap praktik penarikan kendaraan oleh kelompok mata elang (matel) di Kabupaten Tangerang hanya omong kosong.
Aziz menyebut, meski sebelumnya pihak kepolisian sudah memanggil dan memberi peringatan kepada para pelaku matel, faktanya hingga kini aksi mereka justru makin merajalela dan terang-terangan beroperasi di berbagai titik.
“Setelah dipanggil dan diberi peringatan oleh Kapolres, bukannya berhenti, kelompok matel malah makin berani. Mereka seperti kebal hukum. Ini bukti bahwa peringatan itu hanya jadi formalitas tanpa efek jera,” tegas Aziz.
Ia menyoroti lemahnya pengawasan dan keberpihakan aparat terhadap keresahan masyarakat. Ia menilai ada ketimpangan antara retorika “penindakan tegas” dengan realitas di lapangan yang menunjukkan pembiaran terhadap pelanggaran hukum.
“Polisi seharusnya hadir untuk melindungi warga, bukan diam ketika ada masyarakat dirampas kendaraannya di jalan oleh kelompok swasta yang bertindak seperti aparat. Kalau hukum benar ditegakkan, seharusnya fenomena matel sudah selesai sejak lama,” katanya.
Ketua AMPD menegaskan bahwa penarikan kendaraan secara paksa tanpa proses hukum melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menegaskan:
- Penarikan objek jaminan fidusia hanya bisa dilakukan atas dasar kesepakatan sukarela antara kreditur dan debitur.
- Bila tidak ada kesepakatan, eksekusi harus melalui putusan pengadilan.
Selain itu, kata Aziz, tindakan penarikan paksa di jalan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perampasan atau pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 365 KUHP. “Kalau ada yang menghentikan kendaraan, memaksa mengambilnya tanpa surat putusan, itu bukan penagihan — itu kejahatan. Kalau dibiarkan, maka hukum kehilangan wibawanya,” ujar Aziz dengan nada keras.
Aziz pun menilai, maraknya kembali aktivitas matel di sejumlah wilayah Tangerang menunjukkan adanya ruang abu-abu yang sengaja dibiarkan. Ia menyebut, para pelaku berani karena merasa dilindungi atau minimal tahu bahwa penegakan hukum tidak serius.
“Kalau polisi hanya sebatas ‘menegaskan akan menindak’, tanpa tindakan nyata, maka sama saja memberi izin mereka untuk terus merampas kendaraan warga,” tegasnya lagi.
AMPD kini menuntut Kapolres Tangerang tidak sekadar mengeluarkan ancaman, tapi menindak dengan nyata, termasuk terhadap pihak leasing yang memberi mandat ilegal kepada para matel. AMPD juga mendesak dibentuk posko pengaduan korban serta dilakukan pembersihan total terhadap aktivitas penagihan di jalan yang tidak sah secara hukum.
“Kami (AMPD) akan terus bersuara sampai praktik premanisme berkedok penagihan ini benar-benar diberantas. Kalau aparat tak berani menegakkan hukum, maka mahasiswa dan rakyat akan terus mengingatkan,” pungkas Aziz.
(Der/SANDI)


Tinggalkan Balasan