TANGERANGBERKABAR.ID – Kantor ATR/BPN atau Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang, didemo puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di wilayah Tangerang yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kamis (23/01/2025).

WhatsApp Image 2025 01 24 at 12.03.04

Demonstrasi ini terkait dengan terbitnya alas hak atas tanah baik Sertifikat Hak Milik (SHM) maupun Guna Bangunan (HGB) laut, tepatnya yang membentang di Kecamatan Pakuhaji dan wilayah sekitarnya. Polemik tersebut kini tengah memanas, dan menjadi sorotan publik.

Berbekal atribut sederhana,antara lain: bendera kuning yang menandakan matinya hati nurani aparatur pemerintah dan berbagai spanduk bernada protes yang salah satunya ditempel di pagar halaman Kantor ATR/BPN bertuliskan: ‘Sarang Mafia Tanah- Tangkap dan Adili- Cabut Alas Hak di atas Laut,’.

Dalam penyampaiannya, Ketua DPC GMNI Kabupaten Tangerang, Endang Kurnia selaku penanggung jawab utama aksi unjuk rasa ini mengaku kecewa terhadap para aparatur pemerintah termasuk Pemkab Tangerang wabil khusus aparatur Kantor ATR/BPN.

Pasalnya, para aparatur pemerintah yang diamanahi dan mendapatkan fasilitas negara bersumber dari uang pajak dan dipungut dari jerih payah keringat rakyat justru berkelit tak tahu menahu atas kejadian pemagaran laut maupun penerbitan sertifikat tanah tersebut.

Kata Endang, hal itu pada akhirnya menimbulkan kesan adanya upaya sistematis untuk saling melindungi dan menutupi berbagai pelanggaran yang terjadi serta mempertontonkan kebodohan dari para abdi negara khususnya aparatur Kantor ATR/BPN.

“Pemerintah daerah (Kabupaten Tangerang), DPRD dan aparatur pemerintah lainnya, bungkam semua. Semuanya bungkam, mereka hanya bisa ‘cuci tangan’- itu urusan pemerintah pusat. Mereka bukan gak tau, tapi mereka penakut saja,” kata Endang.

Dikonfirmasi pernyataannya soal sarang mafia-sebagaimana terbentang pada spanduk, Endang menduga adanya upaya sistematis yang dilakukan hingga akhirnya menerbitkan SHGB di atas laut.

Sebab, menurut Endang, proses penerbitan surat tanah melibatkan berbagai unsur, mulai dari kepala desa, aparatur kecamatan, tim ukur ATR/BPN hingga akhirnya kementerian menerbitkan SHGB. “Kenapa kita sebut sarang mafia, ya buktinya laut saja ini bisa disertifikatkan,” jawabnya.

Hal senada disampaikan Sekertaris GMNI, Teguh Maulana menambahkan, penerbitan sertifikat tanah di atas laut menjadi bukti kuat adanya dugaan pemufakatan jahat. Buktinya, adanya peralihan hak atas tanah yang berarti adanya instansi pemerintah daerah terkait yang terlibat dalam dugaan pelanggaran ini.

“Bukan hanya aparatur ATR/BPN yang terlibat dalam permainan kotor ini. Tapi juga stake holder terkait wabil khusus Pemkab Tangerang yang kita nilai hari ini, lebih berpihak pada kaum cukong (korporasi) ketimbang berpihak kepada rakyat,” terangnya.

Terpisah, Kantor ATR/BPN Kabupaten Tangerang melalui Kepala Seksi Sengketa, Edi Dwi Daryono mengatakan penerbitan sertifikat tanah di laut utara tersebut diproses lantaran adanya permohonan dari masyarakat.

Dia menyebut, ATR/BPN hanya hanya mencatat dan mengolah data-data yang dimohonkan dan melibatkan unsur pemerintah setempat, seperti baik kepala desa dan camat dan yang lainnya. “Kita hanya administrasi aja,” terangnya.

Terkait polemik ini, Edi menuturkan sejumlah aparatur mulai dari tim ukur termasuk Kepala Kantor ATR/BPN, tengah dimintai keterangan oleh pihak Kementerian ATR/BPN. Akan tetapi, Edi belum merinci proses pemeriksaan tersebut.

“Sesuai dengan statement pak menteri (ATR/BPN) apabila itu (sertifikat) belum ada 5 tahun, maka bisa dibatalkan oleh kementerian apabila tidak sesuai dengan ketentuan,” kata dia.

(Qibal)