TANGERANGBERKABAR.ID – Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Kabupaten Tangerang, Banten mengeluhkan tidak menerima penuh Biaya Operasional (BOP) yang telah menjadi haknya dalam menjalankan tugas nya di Pemilu 2024. Hal itu pun sontak membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menjadi sorotan publik.

Berdasarkan informasi yang diperoleh  tim Tangerangberkabar.id, sejumlah anggota KPPS  di wilayah tidak menerima penuh alokasi BOP. Yang seharusnya mereka dapatkan Rp. 4.814.000, namun yang di terima hanya Rp. 3.500.000.

Aziz Patiwara kordinator aliansi mahasiswa Tangerang menduga sebagian dana BOP diketahui telah di sunat untuk kepentingan pribadi oleh oknum-oknum tertentu di KPU setempat. Menurutnya jika kasus ini dibiarkan akan menimbulkan kehebohan di masyarakat.

Telebih katanya, terjadi di tengah kekhawatiran masyarakat terkait dengan integritas proses demokrasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.

“KPU harus bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus ini, serta memastikan agar proses pemilihan umum berlangsung secara adil dan jujur,” katanya.

Aziz menyebut terkait itu hingga ada anggota kpps yang memviralkan di status Whats app, bahwa yang bersangkutan mendapatkan intimidasi dari beberapa oknum yang diduga berperan dalam penyunatan anggaran BOP KPPS.

“Saya yang di dalem sistem hanya bisa usap dada , duit buat rakyat menyukseskan pemilu masih di sunat ,gila,” ucap aziz menirukan kalimat yang dilontarkan PPS di Kecamatan Kosambi.

Aziz mendesak pihak kepolisian agar melakukan penyelidikan lebih lanjut, guna mengungkap dugaan praktik penyalahgunaan dana BOP ini. “Biar semuanya jelas,” pungkasnya.

Sementara, Ketua KPU Kabupaten Tangerang, Muhammad Umar menjelaskan berdasarkan peraturan KPU nomor 12 Tahun 2023 tentang tata kerja KPU Provinsi, Kabupaten/Kota tidak bertanggung jawab secara langsung terkait penyaluran BOP.

“Kami komisioner hanya melaksanakan kegiatan teknis tahapan Pemilu, namun terkait dengan Biaya Operasional, dukungan anggaran, fasilitasi itu kewenangan kesekertariatan KPU,” tuturnya.

Kendati demikian, kata Umar pihaknya mengarahkan agar BOP disalurkan sesuai yang ditentukan yaitu, sebesar Rp. 4.814.000 terdiri dari anggaran makanan minum dan sebagainya. ” Sudah saya instruksikan ke Sekretaris dibuatkan surat edaran untuk penegasan,” katanya.

Umar membenarkan adanya laporan pemotongan itu, tetapi setelah ditelusuri katanya ternyata terjadi miss komunikasi antara PPS dan KPPS. “Setelah diklarifikasi itu bukan pemotongan, jadi kesepakatan yang tidak tersampaikan secara utuh,” jelasnya.

Ia menyebut kesepatakan itu adalah pemotongan yang diperuntukan dalam mengakomodir kebutuhan makan dan minum, sehingga mereka menerima Rp. 3.500.000. “Nanti KPPS itu gak perlu sibuk cari makan lagi saat bekerja,” kalau menurut keterangan PPK, tandas Umar.

(Rizki)