TANGERANGBERKABAR.ID – Sejumlah aktivis mendesak Ketua DPRD Kabupaten Tangerang dan Penjabat (Pj) Bupati Tangerang untuk menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait penambahan modal untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kerta Raharja (KR).

Aktivis muda, Azis Patiwara berpendapat penambahan modal dengan nominal mencapai ratusan miliar rupiah ini tidak hanya dinilai tidak tepat karena kondisi keuangan bank yang tidak sehat, tetapi juga diduga kuat memiliki kaitan dengan agenda politik tertentu di Pilkada.

“Neraca keuangan BPR Kerta Raharja menunjukkan ketidak seimbangan antara aset, liabilitas, dan ekuitas. Liabilitas yang sangat besar dibandingkan ekuitas menunjukkan bahwa bank ini memiliki risiko keuangan yang serius,” katanya.

WhatsApp Image 2024 11 26 at 12.31.42

Menurut Azis dalam tata kelola keuangan yang sehat, jumlah aset seharusnya seimbang dengan liabilitas dan ekuitas, tetapi hal tersebut tidak tercermin di BPR Kerta Raharja. Pemerintah daerah seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen dan tata kelola bank ini.

“Penambahan modal ini tidak masuk akal. Ekuitas bank yang terlalu kecil menunjukkan kondisi keuangan yang tidak sehat. Bukannya malah menyuntikkan dana,” ucapnya.

Sementara itu, Aktivis Mahasiswa, Mifta Alfarizi menambahkan tidak hanya masalah keuangan, namun mencuat dugaan bahwa penambahan modal ini memiliki motif politik. Berdasarkan dari informasi yang dihimpun, dana sebesar Rp50 miliar diduga telah disalurkan untuk digunakan dalam mendukung salah satu calon kepala daerah.

“Jika informasi ini benar, maka penambahan modal untuk BPR Kerta Raharja bukan hanya salah langkah, tetapi juga merupakan bentuk penyalahgunaan anggaran daerah demi kepentingan politik segelintir pihak. Ini sangat berbahaya dan merugikan masyarakat Kabupaten Tangerang,” tegasnya.

Lebih jauh, Mifta menyatakan aktivis juga menyoroti bahwa keberadaan BPR Kerta Raharja selama ini tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat Kabupaten Tangerang.

Diketahui, kata dia, sebagian besar pinjaman yang disalurkan oleh bank tersebut lebih banyak dinikmati oleh *pegawai negeri sipil (PNS)* dibandingkan masyarakat umum yang lebih membutuhkan akses permodalan.

“Bank ini seharusnya menjadi instrumen untuk mendorong ekonomi masyarakat kecil, bukan malah menjadi fasilitas eksklusif bagi PNS. Dengan kondisi seperti ini, manfaatnya bagi masyarakat nyaris tidak ada,” tegasnya.

Lanjutnya, para aktivis mendesak DPRD Kabupaten Tangerang dan Pj Bupati untuk tidak hanya menolak Raperda ini, tetapi juga mengusut lebih lanjut dugaan penyalahgunaan anggaran yang melibatkan BPR Kerta Raharja. Mereka menegaskan bahwa kebijakan keuangan daerah harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keberpihakan kepada masyarakat.

“Kondisi keuangan yang meragukan dan adanya dugaan penyalahgunaan dana, penambahan modal untuk BPR Kerta Raharja dinilai tidak hanya tidak relevan, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan daerah dan menciderai kepercayaan publik,” tandasnya.